Wajah Buruk Kelelawar, Fokuskan Gelombang
Keriput dan kerutan di dekat
hidung yang membuat wajah beberapa jenis kelelawar sangat buruk, ternyata
membawa berkah bagi kelelawar itu sendiri. Sebab, dengan karakteristik wajah
seperti itulah, Kelelawar bisa memusatkan sinyal ultrasonic yang digunakannya
untuk menentukan sinyal ultrasonic yang digunakannya untuk menentukan posisi
benda benda di sekitarnya.
Kelelawar dikenal karena memiliki
kemampuan ekolokasi dangan mengeluarkan gelombang ultrasonic dan mendeteksi
pantulannya kembali untuk menentukan posisi mangsa atau menghindari rintangan
di sekitarnya. Kebanyakan Kelelawar mengeluarkan suara ultrasonic dari
mulutnya, namun sekitar 300 spesies mengeluarkan dari hidung.
Pada kelelawar yang mengeluarkan
gelombang ultrasonic dari hidungnya, terdapat cuping hidung dan gelambir serta
lekukan-lekukan tak beraturan di sekitar lubang hidung. Para ilmuwan, sejak
lama menduga struktur ini membantu kelewar untuk memusatkan pantulan gelombang,
namun selama sekitar 100 tahun tidak ada bukti ilmiah.
Akahirnya struktur tersebut baru
terkuak setelah Rolf Muller dari Universitas Shandong Jinan, China dan
mahasiswa program doctor (S3) bimbingannya Qiao Zhuang melakukan pemodelan
terhadap computer. Mereka menggunakan pemindai sinar X untuk menghasilkan model
computer tiga dimensi bagian wajah kelelawar jenis Centurio senex yang hidup di Amerika Selatan.
Mereka mempelajari bagaimana pengaruh
struktue tak beraturan terhadap gelombang ultrasonic yang dikeluarkannya.Gelombang yang dipancarkan kelelawar
rata-rata mulai frekuensi 60 kilohertz dan meningkat tajam dan konstan pada
frekuensi 80 kilohertz sebelum diturunkan kembali pada 60 kilohertz di akhir
pemancaran.
Simulasi computer menunjukan
kerutan horizontal yang memanjang di atas lubang hidung berfungsi sebagai
rongga yang beresonansi pada frekuensi tertentu. Bagian tersebut seolah seperti
deretan clarinet yang menghasilkan gema yang kuat.
Kerutan-kerutan tersebut
menyebabkan gelombang suara dipancarkan pada frekuensi yang berbeda-beda,
dengan arah rambat yang berbada pula. Gelombang frekuensi 60 kilohertz
memancarkan vertical sedangkan yang 80 kilohertz tetap dipancarkan lurus ke
depan. Dengan demikian, kelelawar dapat ‘melihat’ sekitarnya sekaligus menukik
kea rah mangsa atau titik yang ditujunya.
“Bagi kelelawar, kekuatan suara
seperti uang bagi mannusia. Kita biasanya hanya memiliki uang terbatas dan
harus memilih untuk mendistribusikannya untuk keperluan tertentu”, Ujar Muller
yang melaporkan hasil penelitiannya dalam jurnal Physical Review Letters edisi 24 November.
Meski demikian, kerutan kerutan
tersenut kadag juga ditemukan pada jenis kelelawar yang tidak memiliki cuping
hidung. Hal ini menunjukan sturktur muka mungkin memang berguna sebagai system
akustik yang mengatur pancaran gelombang suara ultrasonic.
Selain itu, bagian luar telinga
kebanyakan kelelawar juga memiliki fitur yang serupa. Muller menduga, lekukan
dan struktur tak beratuan ini memiliki fungsi serupa.
Para peneliti tidak hanya mencoba
memahami cara kerja ekolokasi. Prinsip-prinsip alami yang dimiliki kelelawar
mungkin dapat ditiru untuk memperbaiki kemampuan tekhnologi antenna yang
digunakan dalam system sonar (sound
detecting and ranging) dan komunikasi nirkabel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar