Selasa, 06 November 2012

Wajah Buruk Kelelawar, Fokuskan Gelombang

 Wajah Buruk Kelelawar, Fokuskan Gelombang

Keriput dan kerutan di dekat hidung yang membuat wajah beberapa jenis kelelawar sangat buruk, ternyata membawa berkah bagi kelelawar itu sendiri. Sebab, dengan karakteristik wajah seperti itulah, Kelelawar bisa memusatkan sinyal ultrasonic yang digunakannya untuk menentukan sinyal ultrasonic yang digunakannya untuk menentukan posisi benda benda di sekitarnya.

Kelelawar dikenal karena memiliki kemampuan ekolokasi dangan mengeluarkan gelombang ultrasonic dan mendeteksi pantulannya kembali untuk menentukan posisi mangsa atau menghindari rintangan di sekitarnya. Kebanyakan Kelelawar mengeluarkan suara ultrasonic dari mulutnya, namun sekitar 300 spesies mengeluarkan dari hidung.


Pada kelelawar yang mengeluarkan gelombang ultrasonic dari hidungnya, terdapat cuping hidung dan gelambir serta lekukan-lekukan tak beraturan di sekitar lubang hidung. Para ilmuwan, sejak lama menduga struktur ini membantu kelewar untuk memusatkan pantulan gelombang, namun selama sekitar 100 tahun tidak ada bukti ilmiah.

Akahirnya struktur tersebut baru terkuak setelah Rolf Muller dari Universitas Shandong Jinan, China dan mahasiswa program doctor (S3) bimbingannya Qiao Zhuang melakukan pemodelan terhadap computer. Mereka menggunakan pemindai sinar X untuk menghasilkan model computer tiga dimensi bagian wajah kelelawar jenis Centurio senex yang hidup di Amerika Selatan.

Mereka mempelajari bagaimana pengaruh struktue tak beraturan terhadap gelombang ultrasonic yang dikeluarkannya.Gelombang yang dipancarkan kelelawar rata-rata mulai frekuensi 60 kilohertz dan meningkat tajam dan konstan pada frekuensi 80 kilohertz sebelum diturunkan kembali pada 60 kilohertz di akhir pemancaran.

Simulasi computer menunjukan kerutan horizontal yang memanjang di atas lubang hidung berfungsi sebagai rongga yang beresonansi pada frekuensi tertentu. Bagian tersebut seolah seperti deretan clarinet yang menghasilkan gema yang kuat.

Kerutan-kerutan tersebut menyebabkan gelombang suara dipancarkan pada frekuensi yang berbeda-beda, dengan arah rambat yang berbada pula. Gelombang frekuensi 60 kilohertz memancarkan vertical sedangkan yang 80 kilohertz tetap dipancarkan lurus ke depan. Dengan demikian, kelelawar dapat ‘melihat’ sekitarnya sekaligus menukik kea rah mangsa atau titik yang ditujunya.

“Bagi kelelawar, kekuatan suara seperti uang bagi mannusia. Kita biasanya hanya memiliki uang terbatas dan harus memilih untuk mendistribusikannya untuk keperluan tertentu”, Ujar Muller yang melaporkan hasil penelitiannya dalam jurnal Physical Review Letters edisi 24 November.

Meski demikian, kerutan kerutan tersenut kadag juga ditemukan pada jenis kelelawar yang tidak memiliki cuping hidung. Hal ini menunjukan sturktur muka mungkin memang berguna sebagai system akustik yang mengatur pancaran gelombang suara ultrasonic.

Selain itu, bagian luar telinga kebanyakan kelelawar juga memiliki fitur yang serupa. Muller menduga, lekukan dan struktur tak beratuan ini memiliki fungsi serupa.

Para peneliti tidak hanya mencoba memahami cara kerja ekolokasi. Prinsip-prinsip alami yang dimiliki kelelawar mungkin dapat ditiru untuk memperbaiki kemampuan tekhnologi antenna yang digunakan dalam system sonar (sound detecting and ranging) dan komunikasi nirkabel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar