Kamis, 08 November 2012

Cermin, Dahulu Terbuat Dari Batu Asah dan Logam

Cermin, Dahulu Terbuat Dari Batu Asah dan Logam 

Ayo, siapa yang ngak suka bercermin? Pasti sobat semua suka, apalagi sobat Percil yang cewek, jika sudah berhias di depan cermin, bisa menghabiskan waktu yang cukup lama. Cermin atau kaca yang dapat memantulkan bayangan f isik kita tersebut kini bisa dijumpai tidak hanya di kamar, melainkan juga banyak dijumpai di kamar mandi, ruang makan, dan di tempat- tempat lain. Bentuknya pun kini telah dihiasi dengan aneka macam binqkai yang terbuat dari kayu, plastik, bahan logam, dan lain sebagainya.


Namun tahukah sobat-sobat; sebelum bentuknya seperti sekarang ini, dahulu cermin yang digunakan orang untuk melihat sosok wajahnya bisa terbuat dari berbagai bahan. Salah satunya yaitu dari semacam batu asah yang diberi nama obsidian. Agar bisa memantulkan bayangan, batu tersebut digosok hingga mengilap, Batu cermin peninggalan zaman dulu itu kini tersimpan di museum arkeologi, Konya, dan museum peradaban anatolia di Ankara, Turki.

Sementara di zaman Romawi dan sekitar abad pertengahan, di Eropa banyak yang membuat cermin dari lempengan logam perunggu timah dan perak.Cermin- cermin itu memantulkan sinar dari permukaan yang diasah secara halus.

Baru sekitar abad ke-12, para pembuat kaca di Venesia mulai mengembangkan campuran dari timah dan air raksa yang bisa memantulkan bayanqan. Para pembuat kaca di Venesia itu lalu mendirikan semacam serikat pekerja pada tahun 1569, yang keanggotaannya ditandai dengan kaca silinder tiup yang diratakan, dan dilengkapi lembar pantul dari campuran timah dan air raksa. Namun, baru pada pertengahan abad ke-17, keterampilan membuat cermin dari kaca yang dilapisi ini menyebar ke kota-kota besar di negara-negara terkenal, seperti London di Inggris dan Paris.

Karena masih jadi baranq langka, cermin dari kaca tersebut harganya sangat mahal dan hanya dimiliki oleh orang-orang dari kalangan bangsawan atau orang- orang kaya. Bahkan, kaca cermin ini menjadi penghias istana Versailles, yang telah dihiasi dengan aneka macam bingkai yang terbuat dari gading,perak,kayu eboni, cangkang kura-kura yang dipernis dengan minyak zaitun dan kenari, hingga manik-manik.

Dari desain bingkai yang menghiasi kaca ini, munculan seniman penghias kaca cermin, seperti Grinlinq Gibbons (1642-1721) dengan bingkai berpahatnya. Juga perancang Inggris, Robert dan James Adams, yang membentang efek tertentu pada cermin. Rancangan bingkai juga terus berkembang, tak harus selalu digantung di dinding, melainkan juga bisa dibuat kaki supaya berdiri.

Semakin lama, makin banyak orang yang membuat cermin dengan berbagai macam bentuk, seperti bentuknya yang kecil, maka harga cermin pun kian murah, hingga terjangkau oleh kalangan umum. Sementara para bangsawan dan rakyat biasa memperlakukan cermin sebagai hiasan ruang atau untuk membantu berhias diri.

Sejumlah ilmuwan, seperti Roger Bacon (1220-1292) dan Isaac Newton pada 1668 lebih memanfaatkan kemampuan cermin ini untuk mengumpulkan sinar. Bersama lensa, cermin tersebut dimanfaatkan dalam penyempurnaan pembuatan teroponq. Bahkan di masa perang atau penjelajahan alam, cermin juqa bisa dimanfaatkan sebagai kode rahasia atau "bahasa" berkat pantulan sinar matahari yang jatuh di permukaannya. Ketika cermin digerak-gerakkan, pantulan sinarnya bisa dilihat dari kejauhan.

Teknik pelapisan kimia pelapis kaca untuk berkembang seperti yang ditemukan oleh Vvon Liebig pada tanun 1835 yang menemukan lapisan perak logam yang diumumkannya sebagai teknik modern dalam pembuatan cermin. Ada juga yang dibuat dengan memercik lapisan tipis aluminium atau perak cair ke satu sisi kaca. Namun dari sekian banyak teknik pelapisan aqar menjadi cermin, teknik yang paling banyak digunakan saat ini yaitu yang terbuat dari endapan timah dengan teknik semprot.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar